BAM!!
Rasanya malu sekali. Sangat malu.
Ketika sadar bahwa cita-cita saya,
walau mulia, sangat sederhana dan nyaris tidak ada kontribusi untuk orang
banyak. Orang-orang di luar ‘lingkaran’ hidup saya.
Sampai tadi pagi, saya masih sering
bermimpi, membayangkan bahagianya hidup yang akan datang bila akhirnya bersama
dengan seseorang yang memang (sangat) saya suka.
Malu rasanya. Maluu sekali. Dangkal
sekali bukan ?
Memang, menikah adalah sunah dan ada
banyak keberkahan yang akan datang melingkupi hidup saya dan keluarga
kelak.
Namun, sebelumnya, bukankah akan
lebih indah jika sudah mempersiapkan dan mencapai banyak hal ?
Belakangan, saya punya satu pasangan favorit.
Faldo Maldini dan Davrina Rianda.
Faldo Maldini adalah ketua
Perkumpulan Pelajar Indonesia (PPI) di United Kingdom. Faldo juga Presma BEM UI
tahun 2012. Sudah lulus dari Imperial College London.
Faldo adalah narasumber yang
keterangannya akan saya gunakan sebagai bahan referensi untuk satu dari dua
artikel saya di majalah Civitas vol. 17. Sudah menjadi kebiasaan, untuk
berinteraksi, terutama untuk kepentingan peliputan, dengan narasumber.
Interaksi pra peliputan ini well-known as stalking slash kepo.
Jadilah saya kepo-kepo tentang
beliau, yang kebetulan tidak memprotek semua akun medsosnya sehingga mudah
diakses. Kepo ini berbuah hasil at least dua hal penting. Faldo Maldini adalah
sosok aktivitis yang penulis.
Seperti melihat sosok seorang Soe Hok
Gie. Yang aktivis turun ke jalan dan juga menajamkan aspirasi melalui goresan
pena. Saya belum mengonfirmasi apakah Faldo (pernah) ikut turun ke jalan
menyuarakan aspirasi mewakili rakyat.
Faldo sudah menerbitkan sebuah buku berjudul "Karena Selama Hidup Kita Belajar". Saya juga menangkap bahwa Faldo adalah seorang
inisiator dari pulangkampuang.com. Sebuah wadah yang menggerakkan pemuda-pemuda
asal Sumatera Barat. (Lebih lanjut, kapan-kapan akan saya kepoin).
Davrina Rianda adalah dokter jebolan Universitas Indonesia yang punya usaha yang bergerak di bidang fashion muslim.Sebuah brand bernama Chuw. Dokter muda nan cantik ini juga aktif menulis di www.missdavrina.tumblr.com
Pemuda pemudi ini serius
menghidupi hidupnya dan menggerakkan orang-orang disekitar maupun di luar
lingkarannya. Hari ini, saat bercermin, sesuatu yang selalu saya lakukan setiap
bangun dari tidur, saya berkaca menembus jauh ke relung hati dan pikiran.
Come on, Mut. Selama ini saya hanya bercermin
untuk melihat “kekurangan” pada diri saya secara fisik. Girls thing memang,
tetapi I just realize these girls thing is not so important thing. Terlalu
gemuk, kurang ini, kurang itu and lil stuffs others. . .
Ya Allah, ketika banyak aktivitis
yang bergerak dan berdakwah demi kemaslahatan orang banyak diluar sana, egois
sekali disaat bersamaan saya hanya termangu didepan cermin sembari memandangi
hasil ciptaan terbaikNya dengan perspektif seorang hamba yang ‘sedikit’
menggugat dan kurang bersyukur.
Malu. Malu sekali. Sangat malu,
sehingga air mata ini tidak bisa dibendung saat menyentuh sajadah. Engkau sudah
sangat baik menciptakan dengan sangat sempurna, tanpa cacat fisik dan mental.
Maafkan kebodohan hamba yang sangat sok tahu ini, ya Allah.
Disaat saya merenungi kenapa Allah
tidak memberi bentuk tubuh layaknya seorang Meyda Sefira, tentu akan jauh lebih
bermanfaat bila digunakan untuk memikirkan ide-ide besar serta membuat
rancangan untuk mimpi-mimpi (besar) yang saya punya.
Lebih malu lagi saat tiga bulan lalu
saya memutuskan untuk rutin berolahraga demi memantaskan diri untuk seseorang
yang rasanya sangat saya sukai. Kenapa ? Karena yang bersangkutan tampan,
berwibawa, agamis dan secara fisik menarik, proposional. Hey, men are visual
characters. They always looking for the beauty things. For anything.
Sejak sebelumnya saya sadar,meski
penting, fisik bukan hal utama. Saya sudah merencanakan untuk terus
mengembangkan potensi diri yang saya punya. Melanjutkan menghafal Al-Qur’an,
menajamkan daya analisis dan sensitivitas melalui hamburan kata-kata dalam
bentuk lisan dan tulisan, berusaha untuk selfless, menghentikan pembicaraan
yang tidak penting, seperti menggunjing dan membicarakan hal-hal yang mengarah
pada maksiat, mengupgrade kemampuan public speaking dalam bahasa Indonesia
terlebih in English.
Saya merencanakan. Saya mengeksekusi
satu per satu resolusi yang saya miliki. Beberapa mulai terealisasi, sayangnya
tidak konsisten. Jeda UTS sebulan membuat saya lebih memfokuskan pada belajar
dan menghentikan sementara aktivitas olahraga. Menulis. Memikirkan ide-ide.
Crap. Saya sadar seorang yang
inkonsisten. Dan ini tidak baik.
Terlebih sempat mental breakdown saat
mengetahui ybs ternyata sepertinya sudah "taken". Dangkal banget saya
emang. Malu dan malu-maluin.
Disini saya belajar untuk memperbaiki
mood, perasaan sendiri dan mulai menyusun rencana baru. Yang saya sadari, niat
yang benar dan kuat adalah landasan tak terbantahkan untuk melakukan apapun
secara konsisten.
“Perbaiki niat. . . “
“Innamal a’malu binniyah. . .”
Oke fix. Perbaiki niat. You don’t do
all those stuffs for anyone else, but yourself. Semua untuk diri sendiri, orang
tua (keluarga) dan karena Allah. Udah itu aja. Kalo ikhlas, rutin dan ga
ngeluh, hal-hal baik bakal dateng, kok.
Kemampuan saya untuk bersyukur juga
harus terus diasah. Daripada menggugat atau memprotes “Kenapa bla bla. . .?”,
lebih baik energinya disimpan dan dialihkan untuk mengeksplor diri.
Yah, ini semua self reminder untuk
saya. Bahasan diatas hampir sebagian besar saya jelaskan secara detail. Hanya
beberapa informasi yang tidak etis saya sampaikan yang saya tidak sebutkan.
Menghafal Al-Qur’an. Yang ini butuh
niat yang kuat, ketekunan, dan konsistensi. Mudah menyerah saat menghafal Al-Qur’an memang
sering ditemui pada orang-orang yang sedang berproses menjadi hafidzh /
hafidzhah.
Bayangkan, surah Al-Mulk yang cuman
30 ayat, dari jaman kapan belum kelar juga. Juz 30 kebanyakan udah lupa karena
hampir nggak pernah dimurajaah kecuali surah-surah tertentu.*menghela nafas*
Ya Allah. Lalai banget ya hidup saya
selama hampir dua puluh tahun ini.
Oh iya, satu lagi yang jelek dari
saya. Selain sering mempermasalahkan fisik things, saya juga terkadang terlalu
memikirkan omongan orang. Padahal, tangan yang dua ini emang bukan untuk
membungkam mulut semua orang, tetapi untuk menyaring dan menutup kedua telinga
untuk omongan yang berhamburan dimana-mana.
Saya sengaja menceritakan saat ini.
Disini. “Sin Lists” ini saya ungkapkan agar sedikitnya bisa berangsur-angsur
terkikis dari diri dan hidup saya.
Sebenarnya saya masih memiliki stok
cerita yang akan disampaikan. Namun, berhubung sudah mengantuk sekali dan besok
kuliah pagi plus presentasi, saya akan lanjutkan besok lagi.
See yaaa
Assalamu’alaikum Wr. Wb
Bintaro, 8
Juli 2015 (00.14 WIB)